Kamis, 17 November 2011

BIMBINGAN DAN KONSELING SPRITUALITAS


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (2006:72) Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Melalui pendidikan, siswa/peserta didik dibentuk menjadi manusia seutuhnya sesuai yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasioanl di maksud. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasioanal tersebut, peran BK sangatlah urgen, dengan empat bidang bimbingan yaitu bimbingan akademik, sosial pribadi, karir dan bimbingan keluarga, empat jenis layanan yaitu layanan dasar bimbingan, layannan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem, empat ragam pendekatan yaitu pendekatan krisis, remedial, preventif dan perkembangan serta lima ragam teknik yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan belajar bernuansa bimbingan (A. Juntika Nurihsan, 2007).
Richards and Bergin (dalam Adi Atmoko, 2010) mengidentifikasi sembilan dimensi religiusitas seseorang  yaitu (1) worldview, cara pandang seseorang terhadap diri, alam dan Penciptanya. Ia mencakup bagaimana cara seseorang memandang hakikat dunia, posisi dia di dunia, keberadaan kejahatan, dan seberapa banyak usaha dia untuk menentukan nasib. Religiusitas ditentukan oleh cara pandang yang didasari oleh sistem keyakinan bersifat theistik (Ketuhanan) atau Kekuatan yang lebih tinggi, (2) religious affiliation, tradisi religi yang dijalankan individu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, apakah ia mengikuti tradisi Kristiani, Islam, Hindu dan sebagainya (3) level of orthodoxy, berkenaan dengan sejauh mana kesesuaian sistem keyakinan dan perilaku seseorang dengan tradisi dan doktrin yang telah digariskan oleh agama yang dipeluk (4) religious problem solving, Penyelesaian masalah dengan strategi religi merupakan penerapan agama yang dipeluk individu dalam menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari (5) spiritual identity, berkenaan dengan bagaimana seseorang menerima dirinya sendiri dalam hubungannya dengan Tuhan dan semesta alam (6) image of God, Gambaran tentang Tuhan berkenaan dengan bagaimana seseorang menggambarkan sifat Tuhan dan apakah ia meyakini sifat-sifat itu (7) value-lifestyle congruence, Kongruensi antara nilai yang diyakini dan gaya hidupnya mengindikasikan bahwa seseorang memiliki perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai yang diyakini, apakah berupa etika, moral, agama ataukah nilai religius (8) doctrinal knowledge, religiusitas seseorang merupakan kompleksitas pengetahuan tentang doktrin religi dan bagaimana orang itu mengkonstruknydan (9) religious and spiritual health and maturity, berkenaan dengan kematangan atau kesehatan religius berkaitan dengan jenis motivasi yang dimiliki seseorang dalam menjalankan ibadah sesuai religi.
Anwar Sutoyo (2010) mengedepankan model bimbingan konseling Islami yang akan membawa individu/konseli kepada fitrahnya, dengan membahas esensi manusia menurut quran, khalifah fil ard, iman, ibadah, dan kemudian mengembangkan model bimbingan konseling berlandaskan Alquran. Saat ini juga dikembangkan metode/terapi yang bisa digunakan dalam menangani individu mengatasi permasalahan emosi nya dengan terapi yang diberi nama Spritual Emotional Freedom Technique yang memandang manusia sebagai mahkluk spiritual yang mempunyai pengalaman duniawi, bukan sebagai mahkluk duniawi yang memiliki pengalaman spiritual (Bambang Hidup Mulyo (2010). Sedangkan Musfir bin Said (2005) menegmukakan metode konseling islami dengan metode pembelajaran langsung, pengingkaran, canda dan celoteh, pukulan atau hukuman, isyarat, suri tauladan, celaan, pengasingan, hukuman keras, dialog dan realitas. Di sisi lain Cucu Maesaroh (2010) mengemukakan konseling spiritual sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengambangkan fitrahnya sebagai mahluk beragama (homo religions), berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya.
Dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional, maka layanan bimbingan dan konseling perlu menyentuh sembilan dimensi religiulitas individu dengan berbagai layanan bimbingan dan konseling sebagai suatu bentuk yang komprehensif dalam bidang bimbingan dan konseling untuk menjadikan individu mandiri dan siap menghadapi kehidupan sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. 

Bahan Bacaan:
A. Juntika Nurihsan. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama
Adi Atmoko. 2010. Konseling Religius: Kerangka Kerja untuk Bimbingan Skripsi. Makalah: Disajikan dalam Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)di Surabaya tanggal 14-17 Nopember 2010
Anwar Sutoyo. 2010. A Model of Islamic Guidance and Counseling. Makalah: Disajikan dalam Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)di Surabaya tanggal 14-17 Nopember 2010
Bambang Hidup Mulyo. 2010. Spiritual-emotional Freedom Technique (SEFT) Sebagai Model Bimbingan Konseling di Sekolah. Makalah: Disajikan dalam Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)di Surabaya tanggal 14-17 Nopember 2010
Cucu Maesaroh. 2010. Pendekatan Konseling Spiritual  Untuk Mengembangkan Hikmah Ibadah Bagi Pemulihan Pecandu Napza. Makalah: Disajikan dalam Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)di Surabaya tanggal 14-17 Nopember 2010

1 komentar:

  1. Congratz,
    semoga konsisten dalam karya ini, sehingga dapat eksis terus dan semoga bermanfaat bagi banyak orang.

    BalasHapus